Pergaulan
pelajar dari hari ke hari sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, berbagai tindak
kenakalan remaja mereka lakukan. Sejak dari minuman keras, perkelahian,
penodongan, kebut-kebutan, membolos sekolah, narkoba, perjudian, pemerkosaan
yang didorong agresifitas seksual, pergaulan bebas, dan seks bebas. Tingkat
kenakalan yang terakhir ini ( baca : seks
bebas ) sudah
sering kita dengar dari berbagai media. Baik media cetak maupun elektronika.
Agresifitas seksual yang
dipertontonkan oleh kaum pelajar kini sudah meresahkan berbagai pihak. Hal itu
terlihat dari pergaulan yang mereka lakukan akhir-akhir ini. Pergaulan bebas
yang menjurus pada kemesuman sering diperlihatkan oleh para pelajar. Pelajar
berpacaran rasanya hal yang biasa dan lagi ngetrend
di kalangan mereka. Bahkan kegiatan tersebut sering dilakukan di tempat-tempat
publik. Pergaulan dan seks bebas di kalangan remaja sungguh sangat
mengkhawatirkan.
Ada fenomena mengejutkan seputar isu
pergaulan remaja tersebut. Salah satunya terjadi di Mojokerto. Yakni,selama
2010, 60 pelajar di wilayah Kabupaten Mojokerto tersebut hamil di luar nikah (
Jawa Pos,11 /09/2011 ). Menurut catatan Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan
Keluarga Berencana ( BPPKB) Kabupaten
Mojokerto, dari 60 pelajar yang hamil di luar nikah itu didominasi siswi
tingkat SMA yang mencapai 42 orang, siswi SMP 12 orang, dan siswi SD 6
orang. Ironisnya, tak satu pun pihak
sekolah yang melapor. Mereka menganggap hal tersebut sebagai aib sehingga harus
ditutup rapat-rapat tanpa berusaha mencari solusi.
Masalah remaja yang melakukan deviant behavior ( seks bebas atau
tindakan kriminal lainnya di luar batasan norma ) adalah masalah kita semua.
Permasalahan
yang menimpa remaja ini bukan berarti tanpa sebab. Watak dan karakter remaja
terbentuk karena adanya sebuah system ( baca : kultur ) yang selama ini
melingkupinya. Teori psikologi klasik mengemukakan, perilaku seseorang
dipengaruhi baik oleh kepribadian individu maupun lingkungan sekitarnya. Boleh
jadi perilaku remaja ini terbentuk karena kondisi yang memungkinkan untuk itu.
Bebasnya pergaulan pelajar setidaknya
didorong oleh tiga hal. Pertama, lemahnya system control dan
monitoring sekolah. Sekolah telah gagal mengemban misinya senagai lembaga
pembentukan karakter ( character building ) dan agen
perubahan ( agent of change ). Kedua,
derasnya arus informasi dan hiburan di tengah-tengah masyarakat. Di era globalisasi ini di mana sekat-sekat
kehidupan sudah tidak kentara lagi membuat masyarakat mudah mengakses
berbagai informasi dan hiburan. Tak
jarang para remaja mengakses hal-hal yang berbau porno dan mesum. Baik yang berupa
gambar maupun tulisan. Sehingga hal ini membuat remaja semakin tertarik untuk
mencobanya.
Kedua, merebaknya tayangan-tayangan yang tidak mendidik. Saat ini
kita sering disuguhi tontonan-tontonan murahan yang hanya mengeksploitasi
kekerasan, klenik , dan sensualitas manusia . Selain itu sinetron-sinetron
yang berlatarbelakang pendidikan pun tidak mengusung nilai-nilai pendidikan
yang benar. Bahkan sinetron yang menceritakan kehidupan di sekolah tetapi sama
sekali tidak mencerminkan anak sekolah.
Sinetron tersebut hanya menampilkan budaya
pacaran ( perebutan pacar ), perkelahian, pemakaian seragam seenaknya dan siswa
tersebut berani melawan guru, siswa pria memakai anting-anting di telinga,
hidung atau asesoris lainnya yang sama sekali tidak menggambarkan seorang anak
sekolah. Sementara siswa perempuannya seringkali memakai rok mini yang nyaris
mempertontonkan paha atau bagian tubuh lainnya yang sangat bertentangan dengan
agama, etika, moralita, dan estetika ketimuran yang selama ini diajarkan di
sekolah. Lebih parahnya
sinetron-sinetron tersebut ditayangkan di prime
time di mana jam-jam tersebut seharusnya digunakan para pelajar untuk
belajar, akibatnya banyak pelajar yang menonotn tayangan yang tidak mendidik
ini.
Ketiga,
merebaknya budaya hedonis, pragmatisme, dan permisivisme. Hasil survei
memperlihatkan pelajar/ remaja Indonesia cenderung bersikap apolitis dan apatis
terhadap keadaan. Mereka lebih banyak memanfaatkan waktunya untuk berhura-hura
daripada melakukan kegiatan positif. Lebih dari itu, mereka bersikap permisif
terhadap perilaku kebebasan seks. Budaya-budaya glamour, nge-pop, sok perlente,
sok keren, sok gaul, telah menyeret pelajar pada budaya hedonis dan permisif.
Sedangkan lingkungan pun telah mendukung ke arah hal tersebut. Menjamurnya
keping VCD porno, bioskop, bar, diskotik, minuman keras, majalah/koran seronok
yang menampilkan gambar-gambar syur, porno, dan cerita mesum, setidak-tidaknya
telah memberikan andil dalam membentuk pergaulan remaja sekarang ini.
Budaya pornografi memang telah merunyak ke
seluruh permukaan negeri. Bahkan hal-hal yang dulu dianggap tabu, saru, kini
semuanya serba biasa, wajar,dan boleh. Inilah ekses dari globalisasi dunia yang
bebas nilai, yaitu budaya permisif dan hedonis. Sehingga hal ini sangat
menuntut semua komponen bangsa untuk segera mencarikan solusinya.
Solusi alternatif itu adalah sebuah hal
yang sangat mendesak untuk segera dicarikan. Mengingat tingkat kerusakan itu
sudah mengkhawatirkan. Bahkan arus budaya pornografi dan kemesuman itu begitu
deras melaju hampir tanpa ada hambatan. Sehingga jika tidak segera dibendung
laju arus pornografi itu akan membahayakan bagi para remaja pelanjut bangsa.
Fenomena pornografi dan pornoaksi yang
merunyak ini tanpa sebuah efek yang melingkarinya. Jika suatu masyarakat yang
didalamnya terdapat remaja yang sudah gandrung dengan pornografi dan pornoaksi
sudah dipastikan negara tersebut akan mengalami kehancuran. Semua komponen
bangsa ini hendaknya belajar dari bangsa-bangsa terdahulu yang telah
mendewa-dewakan hawa nafsu. Remaja Indonesia
harus dijauhkan dari budaya mesum, pornografi, dan pornoaksi jika ingin remaja Indonesia menjadi remaja yang
tangguh, sholeh,berakhlak mulia , dan siap menggantikan estafet kepemimpinan
bangsa.
Sebagai orang tua yang hidup di era
globalisasi ini memang tidak mudah menghadapi hal tersebut. Tetapi yang jelas
sebagai orang tua hendaknya memberikan pemahaman yang jelas dan benar terhadap
pelajar dalam menapaki kehidupan ini. Penguatan keimanan dan ketakwaan sebagai basic element sangat perlu untuk
membentengi para pelajar Pemahaman tentang bahayanya pergaulan bebas, narkoba,
minuman keras, dan sebagainya perlu juga disampaikan kepada pelajar. Selain itu
mengenalkan seks sejak dini kepada
mereka perlu dilakukan mengingat kondisi saat ini yang mengkhawatirkan. Dengan
mengenal sejak dini diharapkan siswa tidak akan gegabah dan main-main dengan
aktivitas yang menjurus pada pelecehan seksual. Tentu saja hal ini dilakukan
dengan bekerjasama secara sinergis antara orang tua, sekolah ( guru ), dan
masyarakat. Pemerintah pun diharapkan memiliki andil dalam menyelamatkan
pelajar yang notabenenya generasi penerus dan pelanjut bangsa.
Media komunikasi pun ( dalam hal
ini media cetak dan elektronik ) segera menyadari akan peran yang diembannya.
Media yang sering menayangkan acara berbau pornogarafi, hendaknya segera sadar
bahwa tayangan itu membahayakan bagi pemirsanya. Perlahan tapi pasti karakter
individu akan dipengaruhi oleh media yang melingkupinya. Untuk itu penyadaran
kembali akan bahaya pornogarafi segera dilakukan sehingga remaja tersebut tidak
akan kehilangan arah hidup dan akhirnya akan terselamatkan.
Fenomena seks bebas yang terjadi
di Mojokerto adalah hanyalah sebuah
fenomena gunung es yang terjadi di salah satu kota . Masih banyak fenomena
serupa yang terjadi di beberapa sudut kota di Indonesia ini yang belum
tersentuh. Semoga dengan adanya fenomena Mojokerto ini menjadikan pemerintah
untuk serius mencarikan solusi terbaik demi keselamatan remaja penerus dan
pelanjut bangsa. Untuk itu penyadaran kembali akan bahaya pornografi, pergaulan
bebas, seks bebas, dan penguatan keimanan segera dilakukan sehingga remaja
tersebut tidak akan kehilangan arah hidup dan akhirnya akan terselamatkan.
Penulis
: Muhdiyatmoko,S.Pd;
Staf
Pengajar SMP
Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat
Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar