Pelajar dalam
Bingkai Seks Bebas
Oleh :
Muhdiyatmoko,S.Pd
Pergaulan pelajar dari hari ke hari
sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, berbagai tindak kenakalan remaja mereka
lakukan. Sejak dari minuman keras, perkelahian, penodongan, kebut-kebutan,
membolos sekolah, narkoba, perjudian, pemerkosaan yang didorong agresifitas
seksual,
pergaulan bebas, dan seks bebas.
Tingkat kenakalan yang terakhir ini (
baca : seks
bebas ) sudah sering kita dengar dari
berbagai media. Baik media cetak maupun elektronika. Seperti kasus yang terjadi
di SMP N 4 Jakarta. Dan yang teranyar
adalah kasus mesum dengan tertangkapnya anak SD di sebuah losmen saat
berhubungan layaknya suami-istri. ( Joglosemar,6/1/2014).
Agresifitas seksual yang
dipertontonkan oleh kaum pelajar kini sudah meresahkan berbagai pihak. Hal itu
terlihat dari pergaulan yang mereka lakukan akhir-akhir ini. Pergaulan bebas
yang menjurus pada kemesuman sering diperlihatkan oleh para pelajar. Pelajar
berpacaran rasanya hal yang biasa dan lagi ngetrend
di kalangan mereka. Bahkan kegiatan tersebut sering dilakukan di tempat-tempat
publik. Pergaulan
dan seks bebas di kalangan remaja sungguh sangat mengkhawatirkan.
Ada
fenomena mengejutkan seputar isu pergaulan remaja tersebut. Salah satunya
terjadi di Mojokerto. Yakni,selama 2010, 60 pelajar di wilayah Kabupaten
Mojokerto tersebut hamil di luar nikah ( Jawa Pos,11 /09/2011 ). Menurut
catatan Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (
BPPKB) Kabupaten Mojokerto, dari 60
pelajar yang hamil di luar nikah itu didominasi siswi tingkat SMA yang mencapai
42 orang, siswi SMP 12 orang, dan siswi SD 6 orang. Ironisnya, tak satu pun pihak sekolah yang
melapor. Mereka menganggap hal tersebut sebagai aib sehingga harus ditutup
rapat-rapat tanpa berusaha mencari solusi.
Menurut Ketua
Komisi Perlindungan Anak ( Komnas PA ), Arist Merdeka Sirait, menyatakan, Komnas PA bekerja sama
dengan Lembaga Perlindungan Anak, tahun 2012 lalu melakukan penelitian
tentang masalah tersebut. Penelitian yang dilakukan di 12 kota besar di
Indonesia menghasilkan, dari 4726 anak yang diteliti, 93,7% remaja SMP dan SMA,
mengaku pernah berciuman, melakukan genital stimulation hingga oral seks. Yang
tak kalah mengejutkannya, 62,7% remaja SMP mengaku tidak perawan
lagi.
Masalah
remaja yang melakukan deviant behavior
( seks bebas atau tindakan kriminal lainnya di luar batasan norma ) adalah
masalah kita semua. Permasalahan yang menimpa remaja ini bukan berarti tanpa
sebab. Watak dan karakter remaja terbentuk karena adanya sebuah system ( baca :
kultur ) yang selama ini melingkupinya. Teori psikologi klasik mengemukakan,
perilaku seseorang dipengaruhi baik oleh kepribadian individu maupun lingkungan
sekitarnya. Boleh jadi perilaku remaja ini terbentuk karena kondisi yang
memungkinkan untuk itu.
Bebasnya
pergaulan pelajar setidaknya didorong oleh empat hal. Pertama,
lemahnya system kontrol dan monitoring sekolah. Sekolah telah gagal mengemban
misinya senagai lembaga pembentukan karakter
( character building ) dan
agen perubahan ( agent of change ).
Kedua, derasnya arus informasi dan hiburan di tengah-tengah masyarakat. Di era globalisasi ini di mana sekat-sekat
kehidupan sudah tidak kentara lagi membuat masyarakat mudah mengakses
berbagai informasi dan hiburan. Tak
jarang para remaja mengakses hal-hal yang berbau porno dan mesum. Baik yang
berupa gambar maupun tulisan. Sehingga hal ini membuat remaja semakin tertarik
untuk mencobanya.
Ketiga,
merebaknya tayangan-tayangan yang tidak mendidik. Saat ini kita sering disuguhi
tontonan-tontonan murahan yang hanya mengeksploitasi kekerasan, klenik , dan
sensualitas manusia . Selain itu sinetron-sinetron yang berlatarbelakang
pendidikan pun tidak mengusung nilai-nilai pendidikan yang benar. Bahkan
sinetron yang menceritakan kehidupan di sekolah tetapi sama sekali tidak
mencerminkan anak sekolah.
Sinetron tersebut hanya menampilkan budaya
pacaran ( perebutan pacar ), perkelahian, pemakaian seragam seenaknya dan siswa
tersebut berani melawan guru, siswa pria memakai anting-anting di telinga,
hidung atau asesoris lainnya yang sama sekali tidak menggambarkan seorang anak
sekolah. Sementara siswa perempuannya seringkali memakai rok mini yang nyaris
mempertontonkan paha atau bagian tubuh lainnya yang sangat bertentangan dengan
agama, etika, moralita, dan estetika ketimuran yang selama ini diajarkan di
sekolah. Lebih parahnya sinetron-sinetron
tersebut ditayangkan di prime time di
mana jam-jam tersebut seharusnya digunakan para pelajar untuk belajar,
akibatnya banyak pelajar yang menonotn tayangan yang tidak mendidik ini.
Keempat, merebaknya budaya hedonis,
pragmatisme, dan permisivisme. Hasil survei memperlihatkan pelajar/ remaja
Indonesia cenderung bersikap apolitis dan apatis terhadap keadaan. Mereka lebih
banyak memanfaatkan waktunya untuk berhura-hura daripada melakukan kegiatan
positif. Lebih dari itu, mereka bersikap permisif terhadap perilaku kebebasan
seks. Budaya-budaya glamour, nge-pop, sok perlente, sok keren, sok gaul, telah
menyeret pelajar pada budaya hedonis dan permisif. Sedangkan lingkungan pun
telah mendukung ke arah hal tersebut. Menjamurnya keping VCD porno, bioskop,
bar, diskotik, minuman keras, majalah/koran seronok yang menampilkan
gambar-gambar syur, porno, dan cerita mesum, setidak-tidaknya telah memberikan
andil dalam membentuk pergaulan remaja sekarang ini.
Budaya pornografi memang telah
merunyak ke seluruh permukaan negeri. Bahkan hal-hal yang dulu dianggap tabu,
saru, kini semuanya serba biasa, wajar,dan boleh. Inilah ekses dari globalisasi
dunia yang bebas nilai, yaitu budaya permisif dan hedonis. Sehingga hal ini
sangat menuntut semua komponen bangsa untuk segera mencarikan solusinya.
Solusi alternatif itu adalah sebuah
hal yang sangat mendesak untuk segera dicarikan. Mengingat tingkat kerusakan
itu sudah mengkhawatirkan. Bahkan arus budaya pornografi dan kemesuman itu
begitu deras melaju hampir tanpa ada hambatan. Sehingga jika tidak segera
dibendung laju arus pornografi itu akan membahayakan bagi para remaja pelanjut
bangsa.
Fenomena pornografi dan pornoaksi
yang merunyak ini tanpa sebuah efek yang melingkarinya. Jika suatu masyarakat
yang didalamnya terdapat remaja yang sudah gandrung dengan pornografi dan
pornoaksi sudah dipastikan negara tersebut akan mengalami kehancuran. Semua
komponen bangsa ini hendaknya belajar dari bangsa-bangsa terdahulu yang telah
mendewa-dewakan hawa nafsu. Remaja Indonesia harus dijauhkan dari budaya mesum,
pornografi, dan pornoaksi jika ingin
remaja Indonesia menjadi remaja yang tangguh, sholeh,berakhlak mulia , dan siap
menggantikan estafet kepemimpinan bangsa.
Sebagai orang tua yang hidup di era globalisasi ini memang
tidak mudah menghadapi hal tersebut. Tetapi yang jelas sebagai orang tua
hendaknya memberikan pemahaman yang jelas dan benar terhadap pelajar dalam
menapaki kehidupan ini. Penguatan keimanan dan ketakwaan sebagai basic element sangat perlu untuk
membentengi para pelajar Pemahaman tentang bahayanya pergaulan bebas, narkoba,
minuman keras, dan sebagainya perlu juga disampaikan kepada pelajar. Selain itu
mengenalkan seks sejak dini kepada
mereka perlu dilakukan mengingat kondisi saat ini yang mengkhawatirkan. Dengan
mengenal sejak dini diharapkan siswa tidak akan gegabah dan main-main dengan
aktivitas yang menjurus pada pelecehan seksual. Tentu saja hal ini dilakukan
dengan bekerjasama secara sinergis antara orang tua, sekolah ( guru ), dan
masyarakat. Pemerintah pun diharapkan memiliki andil dalam menyelamatkan
pelajar yang notabenenya generasi penerus dan pelanjut bangsa.
Media komunikasi pun (
dalam hal ini media cetak dan elektronik ) segera menyadari akan peran yang
diembannya. Media yang sering menayangkan acara berbau pornogarafi, hendaknya
segera sadar bahwa tayangan itu membahayakan bagi pemirsanya. Perlahan tapi
pasti karakter individu akan dipengaruhi oleh media yang melingkupinya. Untuk
itu penyadaran kembali akan bahaya pornogarafi segera dilakukan sehingga remaja
tersebut tidak akan kehilangan arah hidup dan akhirnya akan terselamatkan.
Fenomena seks bebas
yang terjadi di Mojokerto adalah
hanyalah sebuah fenomena gunung es yang terjadi di salah satu kota . Masih
banyak fenomena serupa yang terjadi di beberapa sudut kota di Indonesia ini
yang belum tersentuh. Semoga dengan adanya fenomena Mojokerto ini menjadikan pemerintah
untuk serius mencarikan solusi terbaik demi keselamatan remaja penerus dan
pelanjut bangsa. Untuk itu penyadaran kembali akan bahaya pornografi, pergaulan
bebas, seks bebas, dan penguatan keimanan segera dilakukan sehingga remaja
tersebut tidak akan kehilangan arah hidup dan akhirnya akan terselamatkan.
Penulis : Muhdiyatmoko,S.Pd;
Kepala SMP
Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat
Surakarta.